Posted by Lintas Informasi Madiun Berita Kota Dan Kabupaten on Kamis, 07 Juni 2012
Mantan Wali Kota Madiun Djatmiko Royo Saputro yang akrab dipanggil Kokok Raya mendatangkan saksi ahli dalam sidang lanjutan peninjauan kembali (PK) yang diajukannya atas kasus korupsi dana operasional DPRD tahun 2002-2004 yang menjeratnya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jatim, Rabu, Kokok Raya menghadirkan saksi ahli Guru Besar Administrasi Negara UGM yang juga mantan Hakim Agung Prof Dr Muksan.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Arif Budi Cahyono, guru besar UGM ini menerangkan, jika ada peristiwa hukum yang terkait dengan sejumlah peraturan, maka yang diutamakan dalam hal tersebut adalah pokok peristiwanya. Dalam konteks kasus ini, pokok fundamentalnya adalah pelanggaran hukum anggaran, yakni hukum administrasi.
"Sehingga, yang harus diperiksa dalam kasus ini adalah pelanggaran produk hukum berupa peraturan daerah (perda) tentang APBD waktu itu. Anehnya dalam pekara ini yang dicari kesalahannya langsung ke korupsi, bukan masalah administrasinya," kata Muksan.
Sisi lain, seharusnya yang dimintai pertanggungjawaban dalam kasus ini adalah pemilik anggaran, yakni pihak eksekutif, bukan pengguna anggaran. Namun, dalam kasus ini pihak eksekutif tidak melaporkan adanya pelanggaran.
Selain itu, jika memang ada pelanggaran pada produk hukum perda, menurutnya, seharusnya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang berwenang melakukan penyidikan.
Soal novum atau bukti baru yang diajukan pemohon, menurut Muksan, ada yang tidak bisa dianggap novum, misalnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SPPP). Dari tujuh novum yang diajukan penasihat hukum pemohon, salah satunya adalah SPPP yang dikeluarkan kepolisian dalam perkara yang sama dengan tersangka mantan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Ponorogo.
"Menurut saya, SPPP tidak bisa jadi novum karena itu kebijakan dan hanya bisa dianggap sebagai petunjuk, terkecuali ditopang dengan alat bukti baru," terang Muksan.
Sedangkan, referensi putusan hukum tetap dalam perkara yang sama atau yurisprudensi, bisa dijadikan novum. Misalnya putusan sebuah PK dalam kasus yang sama sudah membebaskan terpidana, maka mestinya dalam PK yang lainnya juga menyatakan yang sama.
Dalam hal ini, Kokok Raya juga mengajukan novum yurisprudensi putusan PK kasus korupsi mantan pimpinan DPRD Kabupaten Pacitan dan Nganjuk yang dikabulkan MA.
Sementara, perwakilan kejaksaan sempat mempertanyakan tata cara peradilan PK yang menghadirkan saksi maupun saksi ahli sebagaimana diatur dalam pasal 265 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Namun menurut majelis hakim, keterangan saksi ahli tetap bisa diakomodir dan memenuhi syarat tata cara peradilan PK.
Sidang selanjutnya ditunda pada pekan depan dengan agenda penandatanganan berita acara yang akan dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA). Pengadilan Negeri hanya berwenang melakukan pemeriksaan sidang PK dan mengakomodir syarat pengajuan PK. Soal putusannya jadi kewenangan MA.
Dalam kasus ini, Kokok Raya yang pada kasus tersebut menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Madiun periode 1999-2004, telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara satu tahun enam bulan atau 18 bulan penjara, membayar denda Rp50 juta subsider tiga bulan pidana kurungan, dan mengembalikan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp366 juta subsider enam bulan pidana penjara. Setelah banding dan kasasi, Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur dan Mahkamah Agung (MA) tetap menguatkan putusan PN Kota Madiun.